Sabtu, 19 Mei 2012

seorang suami dari seorang istri yang juga tak luput dari kekhilafan

Suatu hari Rasulullah SAW pulang dari perjalanan jihad fisabilillah. Beliau SAW pulang diiringi oleh para sahabat. Di depan pintu gerbang kota Madinah tampak Aisyah, istri beliau SAW, yang sudah menunggu dengan penuh harap dan rasa rindu. Akhirnya Rasulullah SAW tiba juga ditengah kota Madinah. Aisyah menyambut dengan sukacita kedatangan sang suami tercinta. Saat Rasulullah SAW dirumah dan beristirahat sejenak melepas lelah, Aisyah berada dibelakang rumah, tengah sibuk membuatkan minuman untuk sang suami. Lalu minuman itupun segera disuguhkan kepada Rasulullah SAW dan beliau SAW pun meminumnya perlahan hingga ketika minuman tersebut hampir habis, tiba tiba Aisyah berkata, “ Ya Rasulullah, biasanya engkau memberikan sebagian minuman kepadaku, tapi kenapa pada hari ini tidak kau berikan gelas itu?” Rasulullah SAW hanya diam dan malah hendak melanjutkan meminum habis sisa air di gelas itu.

Lantas Aisyah bertanya lagi, “Ya Rasulullah, biasanya engkau memberikan sebagian minuman kepadaku tapi kenapa pada hari ini tidak kau berikan gelas itu?” Akhirnya Rasulullah SAW pun memberikan sebagian air yang tersisa di gelas itu. Aisyah langsung saja meminumnya, tetapi ia sontak kaget dan kemudian memuntahkan air yang sebenarnya sudah berada di dalam mulutnya. Ternyata air itu sungguh terasa asin, bukannya terasa manis. Aisyah baru tersadar dari khilafnya, bahwa minuman yang dibuatnya tadi ternyata tanpa sengaja tercampur dengan garam, bukan gula. Kemudian Aisyah langsung meminta maaf kepada Rasulullah SAW.

Itulah sebagian dari banyaknya kemuliaan akhlak Rasulullah SAW, sebagai seorang suami dari seorang istri yang juga tak luput dari kekhilafan. Beliau SAW memaklumi kesalahan yang dilakukan oleh istrinya, tidak menasihatinya dengan kata-kata kasar, apalagi membentaknya atau memarahinya. Rasulullah SAW memang sungguh telah memberikan suri-tauladan yang baik, bahwasanya akhlak yang mulia itu bisa dimulai dari lingkungan terdekat, yaitu keluarga kita. Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh beberapa perawi (At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban) menyebutkan bahwa, “Lelaki yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik akhlaknya kepada istrinya.”

Benar pula nasihat Muhammad Al-Ghazali (1917-1996), “Pernikahan itu bukan sekadar penyaluran kecenderungan badani, tetapi menampilkan kebersamaan dalam materi, tata krama, dan sosial yang menuntut berbagai keahlian.”